Allen Lawrence Pope adalah seorang tentara bayaran yang ditugasi CIA dalam berbagai misi. Beberapa misinya dilakukan di Asia Tenggara di antaranya saat pertempuran di Dien Bien Phu, Vietnam dan pada saat pemberontakan PRRI/Permesta di Indonesia. Dia tertangkap oleh TNI ketika usahanya mengebom armada gabungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan pesawat pembom B-26 Invader AUREV gagal dan akhirnya berhasil ditembak jatuh. Diduga dia ditembak jatuh oleh P-51 Mustang milik Angkatan Udara Republik Indonesia yang diterbangkan oleh Ignatius Dewanto namun kesaksian lain mengatakan dia tertembak jatuh oleh tembakan gencar yang dilakukan armada Angkatan Laut Republik Indonesia. Buku-buku yang menuliskan sepak terjang CIA di berbagai kancah konflik tidak lupa menyebut-nyebut nama Allen Pope.
Lawrence Allen Pope sendiri adalah seorang pemuda putus kuliah di Universitas Florida, kelahiran Miami, Oktober 1928. Setelah berhenti kuliah, dia belajar terbang di Texas kemudian bekerja sebagai ko-pilot pesawat angkut. Pada tahun 1953, dia nekad ikut terjun sebagai sukarelawan dalam Perang Korea. Dalam peperangan itu, Pope mendapat pengalaman dalam melaksanakan misi terbang malam hari ke belakang garis pertahanan lawan. Lepas perang Korea, Pope kembali ke Amerika Serikat, bekerja pada perusahaan penerbangan kecil dan berumah tangga. Namun pekerjaan ini ternyata membuat dirinya merasa bosan. Pada saat inilah agen CIA mendekati dirinya. Setelah menceraikan istrinya, Pope kemudian bergabung dengan Civil Air Transport (CAT) yang merupakan perusahaan kamuflase CIA dalam melaksanakan berbagai misinya di berbagai belahan dunia, seperti halnya perusahaan Intermountain, Southern Air Transport dan Air America.
Setelah bergabung ke CAT, Allen Pope kemudian berangkat ke Taiwan, pusat perusahaan itu namun kemudian diberangkatkan ke Vietnam. Di Vietnam, ia menjadi kapten untuk pesawat C-47 Dakota (DC-3 Dakota versi Militer). Setelah memilih bertempat tinggal di Saigon, dia menikah dengan wanita setempat. Kemudia dia melaksanakan misinya melakukan serangkaian penerbangan berbahaya di Vietnam dan Laos. Misinya antara lain adalah mengangkut senjata dan kebutuhan logistik atau bahkan melakukan penerjunan secara rahasia. Waktu luang dan cutinya digunakannya untuk berburu. Allen Pope sendiri tampaknya adalah orang yang suka menyendiri namun menurut penuturan teman-temannya dia dikenal sebagai seorang yang sangat pemberani untuk memasuki kawasan yang ditebari senjata penangkis serangan udara. Ia tidak ragu-ragu masuk ke kawasan Dien Bien Phu ketika benteng Perancis tersebut dikepung ketat pasukan Viet Minh di bawah pimpinan Ho Chi Minh dan Jenderal Vo Nguyen Giap dalam Perang Vietnam, di tengah hujan peluru untuk menerjunkan suplai makanan. Ini adalah ciri khas tentara bayaran.
Tertangkapnya Allen Pope kemudian dilaporkan ke Jakarta. Namun hal ini tetap dirahasiakan karena Operasi Morotai sendiri harus dijaga kerahasiaannya sampai semuanya tuntas. Sejak tertangkapnya Allen Pope, bisa dikatakan AUREV lumpuh dan keunggulan di udara di wilayah Indonesia Timur berangsur-angsur dikuasai oleh AURI. Operasi-operasi pendaratan-pendaratan yang dilakukan ABRI berhasil dilakukan di berbagai tempat yang sebelumnya dikuasai PERMESTA. Tiga minggu sebelum Allen Pope ditembak jatuh, sebagai upaya cuci tangan Amerika Serikat (AS), maka Menteri Luar Negeri AS , John Foster Dulles lantang menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sumatera adalah urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain. Mengenai senjata-senjata yang terbilang mutakhir di tangan PRRI dan di Pekanbaru, Presiden AS, Dwight D. Eisenhower mengadakan jumpa pers dengan memberi keterangan bahwa AS akan tetap netral dan tidak akan berpihak selama tidak ada urusannya dengan AS.
Allen Lawrence Pope (born 1928 or 1929) is a retired US military and paramilitary aviator. He rose to international attention as the subject of a diplomatic dispute between the United States and Indonesia after the B-26 Invader aircraft he was piloting in a Central Intelligence Agency (CIA) covert operation was shot down over Ambon in May 1958 during the "Indonesian crisis". Pope's aviation career began with the United States Air Force, serving with distinction flying bombing missions in the Korean War. He transferred to the CIA in 1954, which he also served with distinction flying transport missions in the First Indochina War. In the Permesta rebellion in Indonesia in 1958, Pope again flew bombing missions for the CIA. Shot down by government forces, he was captured and held under house arrest for just over four years.
In 1960, an Indonesian court condemned him to death, but considerable back-channel negotiations led to his release by President Sukarno in 1962. Pope returned to the United States and subsequently flew CIA covert missions in other theaters. A native of Miami, Florida, and graduate of the University of Florida, Pope is now retired and lives in the United States. In 2005, France made him a Chevalier de la Légion d'honneur for his service in Indochina. After university, Pope entered the U.S. Air Force and served as a first lieutenant in the Korean War. He flew a Douglas B-26 Invader in combat, receiving three Air Medals and a Distinguished Flying Cross. After the war, the U.S. Air Force returned Pope to the United States as an Air Force instructor.
By mid-May, Indonesian government forces were planning amphibious counter-attacks on the islands of Morotai and Halmahera that Permesta had captured toward the end of April. This involved assembling a naval and transport fleet in Ambon bay, where ships started to arrive from Java on May 16. At 0300 on May 18, Pope took off from Mapanget to attack Ambon again. He first attacked the airfield, destroying the C-47 and P-51 that he had damaged on May 7. A short distance west of Ambon Bay, he found the invasion fleet,[23] which included two 7,000-ton merchant ships being used as troop transports. One of the transports, the Sawega, which was trying to take evasive maneuvers as Pope attacked it. His bomb fell in the sea 40 metres (130 ft) short of its target.
The Indonesian Air Force had one serviceable P-51 Mustang on Ambon, at Liang airbase. When Pope attacked Ambon airfield on May 18, the P-51 flown by Ignatius Dewanto at Liang was scrambled to repel him. Dewanto closed on the B-26 just as Pope was attacking the Sawega. The convoy took both aircraft to be AUREV and fired on both of them. Dewanto also hit the B-26, damaging its starboard wing[25] and the bomber caught fire. Pope and his Permesta radio operator, Jan Harry Rantung, bailed out. As they jumped, the B-26 was entering a sharp dive and the slipstream threw Pope against the tail fin, fracturing his right leg. They landed on the coast of Pulau Hatala, a small island west of Ambon, where a small Indonesian Navy landing party from one of the invasion fleet's minesweepers put ashore and captured them. Some 20 other AUREV insurgent aircraft were reported to have been seen with Nationalist Chinese markings obscured by hasty coats of paint. Their pilots were Nationalist Chinese and Americans from CAT.
Ina Zainatul Hayat - Pedangdut Cilik Situbondo Ikut DA 6
-
Zainatul Hayat berusia 11 tahun asal Situbondo, Jawa Timur adalah siswa SDN
5 Tanjung Kamal, Mangaran, Situbondo, Jawa Timur, yang gemar mendendangkan
lagu...