• Biografi Tokoh Islam

    Kumpulan Biografi Para Tokoh Islam Ternama dan Sejarah Perkembangan Islam Dunia

  • Biografi Penemu Dunia

    Kumpulan Biografi Para Penemu Terkenal di Dunia dan Sejarah Pertama Penemuannya

  • Biografi Pahlawan Indonesia

    Kumpulan Biografi Para Pahlawan Nasional Indonesia dan Sejarah Perjuangan Indonesia

Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Indonesia. Show all posts

Muzammil Hasballah Qori Muda Bersuara Merdu

Muzammil Hasballah Menikah dengan Sonia RistantiMuzammil Hasballah ST kelahiran Sigli, Nanggroe Aceh Darussalam adalah Qori muda yang memiliki suara merdu. Imam di Masjid Salman ini berusia 23 tahun dan baru saja menyelesaikan studinya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia mengunggah videonya untuk berdakwah (mengajak pada kebenaran), memberi inspirasi, dan motivasi kepada semua orang agar lebih rajin beribadah. Pria kelahiran Sigli, Nanggroe Aceh Darussalam ini sebenarnya sudah mulai mengunggah video dirinya menjadi imam salat sejak 2012. Namun, baru pada awal 2016 lalu, video unggahannya menggemparkan jagat maya.

Muzammil Hasballah Menikah dengan Sonia RistantiMuzammil mengaku kehidupannya sedikit berubah setelah suara emasnya mulai dikenal seluruh penjuru negeri berkat video tersebut. Ia kini lebih sering mendapat kepercayaan untuk menjadi imam ataupun pengisi acara di berbagai perhelatan bertema keagamaan. Dia menjadi imam shalat Idul Fitri (shalat Id) 1438 Hijriah di Masjid Agung Al-Falah Sigli, Pidie, Minggu (25/6/2017). Dia adalah imam salat di video yang sudah dilihat lebih dari 270 ribu kali di YouTube. Ribuan decak kagum dan pujian pun dilayangkan kepadanya. Muzammil mengaku tak menyangka apresiasi netizen akan sebesar sekarang terhadap video yang ia unggah lewat akun pribadinya. Publik digital dibuat terpana oleh sebuah video yang menampilkan seorang imam bersuara lembut di Kota Bandung.

Muzammil Hasballah Menikah dengan Sonia RistantiMuzammil Hasballah (24) Qari muda bersuara merdu baru saja melangsungkan pernikahan ijab qabul di Masjid Agung Al-Makmur, Banda Aceh, Aceh. Ia kini sah menjadi suami dari perempuan bernama Sonia Ristanti (22). Prosesi akad nikah dimulai sekitar pukul 06.30 WIB, Jumat (7/7/2017). Muzammil duduk di depan penghulu dengan mengenakan jas dan dasi kupu serta dipadu dengan kemeja putih. Sebelum proses ijab qabul, Muzammil terlebih dulu melantunkan ayat suci Alquran sebanyak tiga surat yaitu surat Annisa ayat 34, surat Arrum ayat 21 dan surat At-Tahrim ayat 6. Muzamil Hasballah sebelumnya sebar undangan yang menjadi viral karena Muzamil sendiri mem-posting-nya di akun Instagram miliknya. Selain itu, Ustaz Yusuf Mansur mem-posting kembali undangan tersebut, yang membuatnya semakin tersebar.

#Lihat pula : Sonia Ristanti Istri Muzammil Hasballah

Abu Bakar Ba'asyir - Pondok Pesantren Al Mu'min

Biografi Biography Biografia Abu Bakar Ba'asyir Meninggal Dunia - Pondok Pesantren Islam Al Mu'minAbu Bakar Ba'asyir bin Abu Bakar Abud, biasa juga dipanggil Ustadz Abu dan Abdus Somad (lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Agustus 1938; umur 78 tahun), merupakan seorang tokoh Islam di Indonesia keturunan Arab. Ba'asyir juga merupakan pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) serta salah seorang pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu'min. Berbagai badan intelijen menuduh Ba'asyir sebagai kepala spiritual Jemaah Islamiyah (JI), sebuah grup separatis militan Islam yang mempunyai kaitan dengan al-Qaeda. Walaupun Ba'asyir membantah menjalin hubungan dengan JI atau terorisme. Ba'asyir pernah menjalani pendidikan sebagai santri Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur (1959) dan alumni Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah (1963).

1972, Pondok Pesantren Al-Mukmin didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase dan Abdllah Baraja. Pondok Pesantren ini berlokasi di Jalan Gading Kidul 72 A, Desa Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Menempati areal seluas 8.000 meter persegi persisnya 2,5 kilometer dari Solo. Keberadaan pondok ini semula adalah kegiatan pengajian kuliah zuhur di Masjid Agung Surakarta. Membajirnya jumlah jamaah membuat para mubalig dan ustadz kemudian bermaksud mengembangkan pengajian itu menjadi Madrasah Diniyah.

Perjalanan kariernya dimulai dengan menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Solo. Selanjutnya ia menjabat Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo, kemudian terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (1961), Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, memimpin Pondok Pesantren Al Mu'min (1972) dan Ketua Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), 2002. Ba'asyir mendirikan Pesantren Al-Mu'min di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, bersama dengan Abdullah Sungkar pada 10 Maret 1972. Pada masa Orde Baru, Ba'asyir melarikan diri dan tinggal di Malaysia selama 17 tahun atas penolakannya terhadap asas tunggal Pancasila. 16 Juni 2011, Ba'asyir dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia, walaupun banyak kontroversi yang terjadi selama masa persidangan.

Abu Bakar Ba'asyir (ABB) dikabarkan meninggal dunia. Kabar meninggalnya pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu beredar di sejumlah media sosial, Minggu (27/11/2016) malam. Saat ini ABB ditahan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Dimintai konfirmasi mengenai kebenaran kabar tersebut, Kapolres Bogor AKBP Andi M Dicky langsung menyampaikan klarifikasi. "Kabar itu enggak benar. Sudah dicek dan beliau masih sehat wal afiat sampai saat ini," ujar AKBP Dicky saat ditanya TribunnewsBogor.com, Minggu malam. Menurutnya, Abu Bakar Ba'asyir masih berada di dalam lapas Gunung Sindur. Kapolres mengimbau agar masyarakat cerdas menyerap informasi yang beredar di media sosial dan tidak menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. "Jangan langsung diserap informasi yang disebarkan oleh sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kerbenarannya. Lebih baik percaya dengan media yang sudah jelas kredibilitasnya sebagai sumber informasi dan sudah berizin," katanya.


Biografi Biography Biografia Abu Bakar Ba'asyir Meninggal Dunia - Pondok Pesantren Islam Al Mu'minAbu Bakar Bashir (Arabic: أبو بكر باعشير‎‎;Malay pronunciation: [abubakar basir];About this sound pronunciation (help·info) AH-boo BAH-kahr BAH-SHEER;Arabic pronunciation: [əˌbuˈbɛkər ba:ʕaɕir]) also Abubakar Ba'asyir, Abdus Somad, and Ustad Abu ("Teacher Abu"); born 17 August 1938) is an Indonesian Muslim cleric and leader of Jamaah Ansharut Tauhid. He ran the Al-Mukmin boarding school in Ngruki, Central Java, which he co-founded with Abdullah Sungkar in 1972. He was in exile in Malaysia for 17 years during the secular New Order administration of President Suharto resulting from various activities, including urging the implementation of Sharia law. Intelligence agencies and the United Nations claim he is the spiritual head of Jemaah Islamiyah (also known as JI) and has links with Al-Qaeda. In August 2014, he publicly pledged allegiance to Abu Bakr al-Baghdadi, leader of the Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) and his declaration of a caliphate.

Bashir was born in Jombang, East Java, on 17 August 1938, to a family of Hadhrami Arab and Javanese descent. He was a student of Gontor Islamic boarding school in Ponorogo, graduating in 1959, before entering Al-Irsyad University, in Solo, Central Java, and graduating in 1963. After time as an activist for the Islamic Student Association (Indonesian: Himpunan Mahasiswa Islam) in Solo, he was elected secretary of Al-Irsyad Youth Organization, and then president of Indonesian Islamic Youth Movement (GPII) (1961), and Indonesian Student Da'wah Organization (LDMI). In 1972, Bashir founded Al-Mukmin boarding school with friends Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase and Abdllah Baraja. Al-Mukmin is located in Ngruki, near Solo, Central Java. Initially, Al-Mukmin's activities were limited to religious discussion after dhuhr (mid-day prayer).

Following increasing interest, the founders expanded Al-Mukmin into Madrasah (Islamic school) and then to Pesantren (Islamic boarding school). During Indonesian President Suharto's New Order, Bashir and Sungkar were arrested for a number of reasons, firstly for actively supporting Sharia, the non-recognition of the Indonesian national ideology Pancasila which in part promotes religious pluralism. Secondly, the refusal of their school to salute the Indonesian flag which signified Bashir's continual refusal to recognise the authority of a secular Indonesian state. Bashir appealed but was subsequently imprisoned without trial from 1978 to 1982.

Soon after his release, Bashir was convicted on similar charges; he was also linked to the bomb attack on the Buddhist monument Borobudur in 1985 but fled to Malaysia. During his years in exile Bashir undertook religious teachings in both Malaysia and Singapore. The United States government alleged that during this period he became involved with Jamaah Islamiyah, an alleged militant Islamist group. Bashir remained in exile until Indonesian President Suharto's fall in 1998. Bashir returned to Indonesia in 1999 and became a cleric, renewing his call for Sharia law. Ba'asyir has two sons—Abdul Roshid Ridyo Ba'asyir, born 31 January 1974 in Sukarjo, Java, Indonesia; and Abdul Rahim Ba'asyir, born 16 November 1977 in Surakarta, Java, Indonesia— and a daughter, Zulfur.

Muhammad Rizieq Shihab - Front Pembela Islam

Biografi Biography Biografia Muhammad Rizieq Shihab - Front Pembela IslamHabib Rizieq yang bernama lengkap Muhammad Rizieq bin Hussein Shihab (lahir di Jakarta, 24 Agustus 1965; umur 51 tahun)[1] adalah seorang tokoh Islam Indonesia yang dikenal sebagai pemimpin organisasi Front Pembela Islam. Lahir di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 1965. Ayahnya Habib Husein bin Muhammad Shihab dan ibunya Syarifah Sidah Alatas. Ayahnya meninggal semenjak ia masih berumur 11 bulan, dan semenjak itulah Habib Muhammad Rizieq Shihab tidak dididik di pesantren. Namun sejak berusia empat tahun, is sudah rajin mengaji di masjid-masjid. Ibunya yang sekaligus berperan sebagai bapak dan bekerja sebagai penjahit pakaian serta perias pengantin, sangat memperhatikan pendidikan Habib Muhammad Rizieq Shihab dan satu anaknya yang lain.

Setelah lulus SD, Habib Muhammad Rizieq Shihab masuk ke SMP Pejompongan, Jakarta Pusat. Ternyata jarak sekolah dengan rumahnya di Petamburan, juga di Jakarta Pusat, terlalu jauh. Ia pun kemudian dipindahkan ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya, SMP Kristen Bethel Petamburan. Lulus SMA, Habib Rizieq meneruskan studinya di King Saudi University, Arab Saudi, yang diselesaikan dalam waktu empat tahun dengan predikat cum-laude. Habib Muhammad Rizieq Shihab pernah kuliah untuk mengambil S2 di Malaysia, tetapi hanya setahun.

Habib Muhammad Rizieq Shihab mendeklarasikan berdirinya Front Pembela Islam (FPI) tanggal 17 Agustus 1998. Front Pembela Islam (FPI) adalah sebuah organisasi massa Islam yang berpusat di Jakarta. Selain beberapa kelompok internal, yang disebut oleh FPI sebagai sayap juang, FPI memiliki kelompok Laskar Pembela Islam, kelompok paramiliter dari organisasi tersebut yang kontroversial karena melakukan aksi-aksi "penertiban" (sweeping) terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap maksiat atau bertentangan dengan syariat Islam terutama pada masa Ramadan dan seringkali berujung pada kekerasan.

FPI mulai dikenal sejak terjadi Peristiwa Ketapang, Jakarta, 22 November 1998, sekitar 200 anggota massa FPI bentrok dengan ratusan preman. Bentrokan bernuansa suku, agama, ras, antargolongan ini mengakibatkan beberapa rumah warga dan rumah ibadah terbakar serta menewaskan sejumlah orang. Pada tanggal 30 Oktober 2008 Habib Muhammad Rizieq Shihab divonis 1,5 tahun penjara karena dinyatakan bersalah terkait penyerangan terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan atau AKKBB pada peristiwa Insiden Monas 1 Juni.


Muhammad Rizieq Shihab (Arabic: محمّد رزق شهاب ‎, translit. Muḥammad Rizq Šihāb‎; Arabic pronunciation: [(ʔ)mʊˈħæmmæd rizq ʃihaːb]) also known as Habib Rizieq (born in Jakarta, August 24, 1965) is an Indonesian Islamic scholar, activist, the founder and the mastermind behind the Islamic Defenders Front (Arabic: الجبهة الدفاعة الاسلميه‎‎; Indonesian: Front Pembela Islam, abbreviated as FPI). Rizieq was born in Jakarta on August 24, 1965 to Husein bin Shihab and Syarifah sidah Alatas. Both his parents were Arab Indonesians of mixed Hadhrami and Betawi blood heritage. His father was Sayyid Husayn, born in around 1920, a cofounder of Panda Arab Movement, a kind of boy scouts movement for Arab Indonesians[3] founded with his friends in 1937 (which later transformed to become PII or Islamic Scouting Organization of Indonesia.) His father died in 1966 when Rizieq was 11 months old, and because of that Rizieq was not put in boarding school. Starting at the tender age of 4, he continues to be diligent in reading Koran at mosques. As a single parent, his mother worked as a tailor and bridal makeup artist. Rizieq is a Sayyid with his family Shihab (or Shihabuddin Aal bin Husein) lineage traces back to Imam 'Alī ibn Abī Ṭālib through Imam Ahmad al-Muhajir. Meanwhile, his wife is also of Sayyid family from Aal bin Yahya.

After graduating from SDN 1 (Public Elementary School No.1) Petamburan, Tanah Abang, Jakarta in 1975, Muhammad Rizieq continued his middle school at SMP 40 (Public Middle School No.40) in Pejompongan in 1976, Central Jakarta, but it turned out the school was too far from his residence. He then transferred to a school closer to his home, the Bethel Christian Middle School in Petamburan, and graduated in 1979. He continued his high school at SMAN 4 in Gambir, but graduated his high school from Islamic Village High school in Tangerang in 1982. Furthermore, he took Arabic class at LIPIA in Jakarta. Considered by neighbors to be a troublesome youth with a penchant for getting into fighting, his family sent Rizieq to Saudi Arabia in 1990 to continue his study at King Saud University, majoring in Usul al-fiqh and Education, which he completed in four years with Cum Laude.

Muhammad Rizieq Shihab took some graduate program at International Islamic University Malaysia, but only for one year and went back to Indonesia before he could finished it. This was due to the problem with his scholarship, where the scholarship's fund was intended for himself, not his whole family to stay in Malaysia. Later time, he was able to continue his education and earned MA degree in Shariah from the same university[8] in 2008 with thesis entitled "Pengaruh Pancasila terhadap Pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia'" (The Influence of Pancasila on the implementation of Islamic Laws in Indonesia). After some time, he returned to Malaysia to continue his post-graduate study in shariah. He later earned his doctoral degree in Shariah from Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) with dissertation titled "مناهج التميز بين الأصول والفروع عند أهل السنة والجماعة" (The Distinction of origins and branches of Ahl Sunnah wa al-Jama'ah) under supervision of Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni.

Susi Susanti Alan Budikusuma Atlet Bulu Tangkis

Biografi Biography Biografia Susi Susanti Alan Budikusuma Atlet Bulu TangkisLucia Francisca Susi Susanti (Hanzi: 王蓮香, Pinyin: Wang Lian-xiang, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971; umur 45 tahun) adalah seorang pemain bulu tangkis Indonesia. Dia menikah dengan Alan Budikusuma, yang meraih medali emas bersamanya di Olimpiade Barcelona 1992. Selain itu, ia pernah juga meraih medali perunggu di Olimpiade Atlanta 1996. Pasangan Alan dan Susi memiliki 3 orang anak yang bernama Laurencia Averina (1999), Albertus Edward (2000), dan Sebastianus Frederick (2003). International Badminton Federation (sekarang Badminton World Federation) pada bulan Mei 2004 memberikan penghargaan Hall Of Fame kepada Susi Susanti. Pemain Indonesia lainnya yang memperoleh penghargaan Hall Of Fame yaitu Rudy Hartono Kurniawan, Dick Sudirman, Christian Hadinata, dan Liem Swie King.

Susi Susanti menikah dengan Alan Budikusuma pada tahun 1997 setelah berpacaran selama 9 tahun. Pasangan ini juga dijuluki "Pasangan Emas Olimpiade" karena keduanya meraih emas olimpiade untuk Indonesia pada Olimpiade Barcelona 1992. Susi Susanti memutuskan untuk gantung raket pada tahun 1998. Sebenarnya Susi masih bisa melanjutkan kariernya selama 2 tahun ke depan dan Susi sangat ingin mendapatkan emas pada Asian Games, karena itu adalah satu-satunya pertandingan yang belum pernah Susi menangkan. Namun, setelah ia dinyatakan hamil pada tahun 1998, ia memutuskan untuk gantung raket dan tidak mengikuti Asian Games.

Alan Budikusuma Wiratama alias Goei Ren Fang (Dalam aksara Tionghoa: 魏仁芳), (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 29 Maret 1968; umur 48 tahun) adalah mantan pemain bulu tangkis Indonesia yang meraih medali emas bulu tangkis pada Olimpiade Barcelona 1992 dalam nomor tunggal putra. Ia pensiun dari dunia bulu tangkis setelah Olimpiade Atlanta 1996. Alan menikah dengan Susi Susanti, yang juga memenangkan medali emas bulu tangkis pada Olimpiade Barcelona. Alan Budi Kusuma adalah atlet yang bisa belajar dari kekalahan. Contohnya tahun 1991 Alan Budi Kusuma kalah dari Ardy B. Wiranata di All England. Tetapi pada tahun 1992 Alan Budi kusuma mengalahkan Ardy B. Wiranata di Olimpiade Barcelona. Contoh lain pada tahun 1996 Alan Kalah dari Poul Erick H.L di Olimpiade Atlanta tapi pada tahun yang sama Alan Budi kusuma mengalahkan Poul Erik di Indonesia Open.

Biografi Biography Biografia Susi Susanti Alan Budikusuma Atlet Bulu TangkisLucia Francisca Susy Susanti (Ong Lien Hiang; Chinese: 王蓮香, born in Tasikmalaya, West Java on 11 February 1971[1]) is a retired Indonesian badminton player. Relatively small of stature, she combined quick and graceful movement with elegant shotmaking technique, and rates among the most successful players in the history of the women's game. Sometimes her name is also spelled Susi Susanti. She is married to Alan Budikusuma (Chinese: 魏仁芳), a men's badminton Olympic gold medalist (also in 1992) and one of the top men's players in the history of the sport, a former Chinese Indonesian badminton player who excelled at the world level from the late 1980s to the mid-1990s.

Alan Budikusuma (born March 29, 1968 as Goei Djien Phang; Chinese: 魏仁芳) is a former Chinese Indonesian badminton player who excelled at the world level from the late 1980s to the mid-1990s. In 1991 he was runner-up to China's Zhao Jianhua at the IBF World Championships in Copenhagen. He won the 1992 Olympic men's singles gold medal at Barcelona, defeating fellow countryman Ardy Wiranata in the final. This achievement, together with a gold medal for his then fiance Susi Susanti, was historical for Indonesia winning the first Olympic golden medals in 50 years history of the country. Some estimated a crowd of at least 500,000; others estimated more than a million Indonesians were lining the streets of the massive, sprawling city of Jakarta when Susi Susanti and Alan Budikusuma came home in August 1992 and received a two-hour parade.

They stood in an open car with leis and Olympic gold medals around their necks and inched toward the national monument in Merdeka square, on Sudirman, the main street, they could hardly move; it was jammed with people all shouting congratulations to the new badminton hero's. Among his titles, all in singles, are the Thailand Open (1989, 1991), China Open (1991), German Open (1992), Indonesian Open (1993), World Cup (1993), and Malaysian Open(1995). Budikusuma was a member of world champion Indonesian Thomas Cup teams in 1994.

Dipa Nusantara Aidit - Partai Komunis Indonesia

Biografi Biography Biografia Dipa Nusantara Aidit - Partai Komunis IndonesiaDipa Nusantara Aidit yang lebih dikenal dengan D.N. Aidit (lahir di Tanjung Pandan, Belitung, 30 Juli 1923 – meninggal di Boyolali, Jawa Tengah, 22 November 1965 pada umur 42 tahun) adalah seorang pemimpin senior Partai Komunis Indonesia (PKI). Lahir dengan nama Ahmad Aidit di Pulau Belitung, ia akrab dipanggil "Amat" oleh orang-orang yang akrab dengannya. Aidit mendapat pendidikan dalam sistem kolonial Belanda. Ia dilahirkan dengan nama Achmad Aidit di Belitung, dan dipanggil "Amat" oleh orang-orang yang akrab dengannya. Pada masa kecilnya, Aidit mendapatkan pendidikan Belanda. Ayahnya, Abdullah Aidit, ikut serta memimpin gerakan pemuda di Belitung dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat menjadi anggota DPR (Sementara) mewakili rakyat Belitung. Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan keagamaan, "Nurul Islam", yang berorientasi kepada Muhammadiyah.

Keluarga Aidit berasal-usul dari Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang menyetujuinya begitu saja. Dari Belitung, Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada 1940, ia mendirikan perpustakaan "Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang ("Handelsschool"). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin. Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Achmad menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.

Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno[3] dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan. Sebagai balasan atas dukungannya terhadap Sukarno, ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRC. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain. Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer. Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa yang sangat penting di Indonesia.


Biografi Biography Biografia Dipa Nusantara Aidit - Partai Komunis IndonesiaDipa Nusantara Aidit (July 30, 1923 – November 22, 1965) was a senior leader of the Communist Party of Indonesia (PKI). Born Ahmad Aidit on Belitung Island, he was nicknamed "Amat". Aidit was educated in the Dutch colonial system. Aidit was born Achmad Aidit in Pangkallalang, Belitung, 30 July 1923. He was the first son of four. His parents were Abdullah Aidit and Mailan. Achmad and his siblings studied at Hollandsche Inlandsch School. In early 1936, Achmad asked his father to continue his study to Batavia. Achmad then attended Middestand Handel School, instead of Meer Uitgebreid Lager Onderwijs because the registration had already been closed. Three years he lived in Cempaka Putih at his father colleague. He moved to Senen and lived with his brother Murad who followed in Achmad's footsteps. Unwilling to rely on money sent by their parents, Achmad and Murad tried to earn money themselves. In those times, Achmad was an active as member of Persatuan Timur Muda, under Gerakan Rakyat Indonesia led by Amir Sjarifudin and Adnan Kapau Gani, and later became the chairman. Achmad also changed his name to Dipa Nusantara, which was shortened as D.N. and was often mistaken for Djafar Nawawi, to conceal his descent which was at first, rejected by his father.

During the Japanese occupation, in Asrama Menteng 31 D.N. Aidit and his friends received political lectures from Sukarno, Hatta, Amir Sjarifudin, Achmad Subardjo, and Ki Hajar Dewantoro. There, in 1943, Aidit first met M.H. Lukman. They were members of Gerakan Indonesia Merdeka while Aidit as the chairman of political council of the organization and Lukman as his member. In 1944, they were elected as the member of Barisan Pelopor Indonesia, the 100 men who were most loyal to Sukarno. About one year before Indonesian independence, Aidit, M.H. Lukman, Sidik Kertapati, Chalid Rasjidi, and the other young men studied politics at Asrama Kemerdekaan founded by Rear Admiral Maeda and headed by Wikana. In early September 1945, Angkatan Pemuda Indonesia was formed. Aidit was appointed as the chairman of API section Jakarta Raya. On 5 November, Aidit, Alizar Thaib, and the other API member attacked Koninklijk Nederlands Indisch Leger's post but eventually were arrested. They were then exiled to Onrust island. After seven months, Aidit and Lukman were released. One day after released, they went to Yogyakarta to meet Wikana. In Yogyakarta, Aidit and Lukman ran the bimonthly magazine, Bintang Merah. There, they met Njoto, PKI's Banyuwangi representative.

In March 1947, Aidit was appointed as chairman of a PKI faction in a KNIP meeting. In early 1948, Aidit, Lukman, and Njoto were assigned to translate The Communist Manifesto into Indonesian. In August, the three became members of the Central Committee, respectively responsible for land affair, agitation and propaganda, and relation to other organizations. The three and Sudisman became members of the new PKI Politburo formed by Musso on 1 September 1948. Aidit was responsible for the labor section of the party. Aidit and Lukman managed to escape to China and Vietnam after PKI position was pressed in Madiun Affair, while Murad claimed that Aidit took shelter in Tanjung Priok. While in hiding, Aidit and Lukman reran Bintang Merah on 15 August 1950. They also published Suara Rakjat two weekly. In January 1951, Njoto joined the latter. After the 1948 affair, the four young members of the Politburo, Aidit, Njoto, Lukman, and Sudisman replaced the old leaders in January 1951 as a result of the fifth congress of the party. Aidit was appointed as the secretary general of the party, which was later renamed as chairman, while Njoto and Lukman as his deputies. PKI led by Aidit was not only based on labor and plantation worker, but also farmer.