Aung San Suu Kyi (Bscript aungsansuukyi.png, /aʊŋˌsæn.suːˈtʃiː/) lahir 19 Juni 1945; umur 72 tahun) adalah seorang aktivis prodemokrasi Myanmar dan pemimpin National League for Democracy (Persatuan Nasional untuk Demokrasi atau NLD). Saat ini, ia menjadi tahanan rumah. Pada 1991, ia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian atas perjuangannya dalam memajukan demokrasi di negaranya tanpa menggunakan kekerasan dalam menentang kekuasaan rezim militer. Ia dibebaskan secara resmi oleh junta militer Myanmar pada tanggal 13 November 2010 setelah mendekam sebagai tahanan rumah selama 15 tahun dari 21 tahun masa penahanannya sejak pemilihan umum tahun 1990. Sejak 6 April 2016, Suu Kyi menjabat sebagai State Counsellor atau penasihat negara.
Aung San Suu Kyi, namanya berasal dari tiga kesatuan: "Aung San" dari ayahnya, "Suu" dari nenek dari pihak ayah, dan "Kyi" dari ibunya Khin Kyi. Dia sering disebut Daw Aung San Suu Kyi. Daw bukan bagian dari namanya, tetapi sebuah penghormatan, mirip dengan madam, untuk yang lebih tua, wanita yang dihormati, secara harfiah berarti "bibi". Dia juga sering disebut sebagai Daw Suu oleh orang Burma (atau Amay Suu, secara harfiah berarti "Ibu Suu", oleh beberapa pengikut), dan sebagai Dr. Suu Kyi, Ms. Suu Kyi, atau Miss Suu Kyi oleh media asing. Namun, seperti masyarakat Myanmar lainnya, ia tidak memiliki marga.
Pada tanggal 6 Juli 2012, Suu Kyi mengumumkan di website Forum Ekonomi Dunia bahwa dia ingin mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu Myanmar tahun 2015. Namun, konstitusi yang berlaku membuatnya terjegal untuk meraih kursi kepresidenan karena ia adalah janda dan ibu dari orang asing. NLD meraih kemenangan menyapu dalam pemilihan tersebut, menang setidaknya 255 kursi di DPR dan 135 kursi di House of Nationalities. Selain itu, Suu Kyi memenangkan pemilihan untuk kembali ke DPR. Berdasarkan konstitusi 2008, NLD memerlukan setidaknya dua pertiga mayoritas di kedua rumah untuk memastikan calon yang akan menjadi presiden.
Sebelum pemilu, Suu Kyi mengumumkan bahwa meskipun dia secara konstitusional dilarang menjadi presiden, dia akan memegang kekuasaan nyata dalam setiap pemerintahan yang dipimpin NLD. Pada 30 Maret 2016 ia mengambil alih peran Menteri Luar Negeri, Menteri Kerumahtanggaan Presiden, Menteri Pendidikan dan Tenaga Listrik dan Menteri Energi di pemerintahan Presiden Htin Kyaw dan kemudian memisahkan Kementerian Pendidikan dan Tenaga Listrik dan Energi. Selain itu, Presiden Htin Kyaw menciptakan posisi yang disebut State Counsellor (setara dengan Perdana Menteri) untuk Suu Kyi. Posisi tersebut telah disetujui oleh House of Nationalities pada 1 April 2016, dan DPR pada 5 April 2016. Suu Kyi pun dilantik pada tanggal 6 April 2016.
Aung San Suu Kyi kembali menunjukkan bahwa dia bukan lagi seorang pejuang HAM dan demokrasi yang dulu dikenal dunia. Alih-alih membantu etnis Rohingya, wanita yang kini menjabat sebagai penasihat negara itu malah mempersulit kerja PBB dan lembaga kemanusiaan lain di Myanmar. Kantor penasihat negara yang dipimpin Suu Kyi menuding relawan kemanusiaan di Myanmar membantu kelompok militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Penyebabnya adalah temuan biskuit bantuan PBB di sarang ARSA. Tudingan tersebut tengah diselidiki. Namun, situasi memanas dan jaminan keamanan yang tidak memadai membuat PBB dan lembaga-lembaga kemanusiaan internasional terpaksa menarik ratusan personel mereka dari Myanmar.
Aung San Suu Kyi (Burmese: အောင်ဆန်းစုကြည်; MLCTS: aung hcan: cu. krany, /aʊŋˌsæn.suːˈtʃiː/, Burmese pronunciation: [àʊɴ sʰáɴ sṵ tɕì]; born 19 June 1945) is a Burmese politician, diplomat, and author who is the first and incumbent State Counsellor and Leader of the National League for Democracy. She is also the first woman to serve as Minister of Foreign Affairs of Myanmar, the Minister of the President's Office, the Minister of Electric Power and Energy, and the Minister of Education in President Htin Kyaw's Cabinet, and from 2012 to 2016 was a Pyithu Hluttaw MP for Kawhmu Township.
The youngest daughter of Aung San, Father of the Nation of modern-day Myanmar, and Khin Kyi, Aung San Suu Kyi was born in Rangoon, British Burma. After graduating from the University of Delhi in 1964 and the University of Oxford in 1968, she worked at the United Nations for three years. She married Michael Aris in 1972, and gave birth to two children. Aung San Suu Kyi rose to prominence in the 1988 Uprisings, and became the General Secretary of the National League for Democracy (NLD), which she had newly formed with the help of several retired army officials who criticized the military junta. In the 1990 elections, NLD won 81% of the seats in Parliament, but the results were nullified, as the military refused to hand over power, resulting in an international outcry. She had, however, already been detained under house arrest before the elections. She remained under house arrest for almost 15 of the 21 years from 1989 to 2010, becoming one of the world's most prominent political prisoners.
Her party boycotted the 2010 elections, resulting in a decisive victory for the military-backed Union Solidarity and Development Party. Aung San Suu Kyi became a Pyithu Hluttaw MP while her party won 43 of the 45 vacant seats in the 2012 by-elections. In the 2015 elections, her party won a landslide victory, taking 86% of the seats in the Assembly of the Union – well more than the 67 percent supermajority needed to ensure that its preferred candidates were elected President and Second Vice President in the Presidential Electoral College. Although she was prohibited from becoming the President due to a clause in the constitution – her late husband and children are foreign citizens – she assumed the newly created role of State Counsellor, a role akin to a Prime Minister or a head of government. Aung San Suu Kyi's honours include the Nobel Peace Prize, which she won in 1991.
Biodata Leena Thailand - Peserta AKSI Asia 2024
-
Leena adalah peserta Akademi Sahur AKSI Asia 2024 Indosiar dari Thailand.
Leena merupakan putri dari orang tua ayah M Soleh Mamu dan ibu Phatiyah
Yusoh. Le...