
Mantan Presiden Ali Abdullah Saleh tewas dalam serangan tepi jalan. Sejumlah analis mengatakan kematian Saleh bakal jadi dorongan moral untuk pemberontak Houthi yang beraliansi dengan Iran. Alasannya, Saleh telah berpindah haluan dan meninggalkan Houthi untuk membela koalisi pimpinan Arab Saudi. Saleh tewas dalam serangan tepi jalan pada Senin waktu setempat dan di sisi lain, kematiannya bisa menjadi pukulan telak bagi koalisi Saudi yang mengintervensi peperangan untuk mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi. Pemerintahan Hadi yang diakui masyarakat internasional sempat diusir dari Sanaa oleh aliansi Houthi-Saleh sebelum mantan presiden itu membelot ke Saudi.
Pembelotan Saleh sempat diharapkan menjadi titik balik dalam pertempuran melawan pemberontak Houthi dan mengakhiri blokade Saudi yang membuat jutaan orang terancam kelaparan serta penyakit. Namun, harapan itu kini sirna. Sekarang, koalisi dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan perang dan melancarkan serangan ke daerah-daerah yang dikuasai Houthi, atau berkompromi dan mengajak para pemberontak ke meja perundingan. Sejumlah sumber di kelompok bersenjata Houthi mengatakan pasukannya menghentikan kendaraan lapis baja yang ditumpangi Saleh menggunakan granat berpeluncur roket sebelum mengeksekusinya.

More recently, Saleh had openly allied with the Houthis (Ansar Allah), leading to the Yemeni Civil War, in which a protest movement and a subsequent insurgency succeeded in capturing Yemen's capital, Sana'a, causing President Abdrabbuh Mansur Hadi to resign and flee the country. In December 2017, he declared withdrawal from the coalition with the Houthis and instead sided with his former enemies – Saudi Arabia and president Hadi. However, he was killed by a Houthi sniper while attempting to flee the capital city of Sana'a amidst the ongoing battle on 4 December 2017. The Houthis said that it was the United Arab Emirates that dragged Saleh to "this humiliating fate."